Rss Feed

ShoutMix chat widget

Mau seperti ini?
Click aja disini---> Kumpulan Blog Tutorials

Turtle Can Fly

Cover Turtle can fly berhasil membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Seorang gadis yang sedang duduk manis, dengan wajah yang seakan menanggung beban yang begitu berat dengan latar yang unik. Dan ternyata saya tidak salah memilihnya, alur cerita, konsep dan tema semua membuat saya mencintainya.

Film yang berlatarbelakang daerah pengungsian Suku Kurdi di antara perbatasan Irak dan Turki ini melukiskan kehidupan anak-anak yang menjadi tumbal dari peperangan dalam keadaan serba kekurangan, mereka harus merasakan pedih-perih beban hidup. Film ini bersetting waktu saat-saat mendekati invasi Amerika Serikat ke Irak, yang berbuah kejatuhan Saddam Hussein dari kekuasaannya, kabut peperangan mewarnai kehidupan anak-anak generasi penerus bangsa Kurdistan-Iran ini.

Film ini dimulai dengan adegan gadis kecil menjatuhkan diri dari sebuah tebing yang curam. Yang membuat saya bertanya, seperti apakah kisahnya? Menapa memilukan seperti itu?

Di film ini, tokoh utamanya adalah Satellite (Soran Ebrahim), bocah 13 tahun yang penuh semangat dan berjiwa pemimpin. Aneh ya.. kenapa dia disebut satellite? Itu karena dia adalah satu-satunya orang di pengungsian yang mampu memasang antena televisi. Penduduk desa yang dalam suasana perang lebih mementingkan berita ketimbang sajian hiburan di TV. Untuk itulah semua penduduk desa berusaha memasang antena yang paling kuat menangkap gelombang siaran berita di televisi. Kelebihan Satellite lainnya ialah dia cukup mengerti bahasa Inggris diantara pengungsi lainnya, jadi bisa dikatakan dia juga bekerja sebagai 'penerjemah' berita-berita perang, walau kadang-kadang dia menerjemahkannya dengan asal. Satellite juga bekerja sebagai pencari ranjau darat yang bertebaran di keliling kamp mereka bersama anak-anak lainnya. Satellite yang mengenal seluk beluk perdagangan senjata adalah komandan dari ratusan anak-anak di pengungsian dalam pengumpulan ranjau-ranjau itu. Walau, ladang-ladang ranjau yang bertebaran di sekeliling pengungsian telah menimbulkan penderitaan bagi para pengungsi Kurdi, ladang ranjau itu pulalah yang menjadi sumber penghasilan bagi para penduduk, untuk dijual demi mendapatkan dolar, sungguh ironis.

Nah, sensasi film lebih terasa ketika seorang gadis pendiam bernama Agrin menarik perhatiannya. Agrin adalah pendatang dari desa sebelah, bersama seorang kakak yang kehilangan dua tangannya karena ranjau bernama Hengov (Hiresh Feysal Rahman) , serta seorang anak kecil buta yang ternyata adalah anak Agrin bernama Riga(Abdol Rahman Karim) yang adalah hasil dari perkosaan oleh tentara Irak. Memilukan bukan?
Diusia yang sangat muda, sungguh berat memiliki seorang anak, Agrin yang dalam hatinya sangat menyayangi Riga sangat khawatir akan masa depan mereka, hal itu membuatnya sangat dilema, sering kali Agrin mencoba untuk meninggalkan Riga atau melukainya, namun gagal. Salah satu upayanya ialah dengan cara membakar diri di sebuah danau yang tercemar. Dan semua kegagalan itu, tidak lepas dari kemampuan Hengov yang ternyata bisa membaca masa depan melalui mimpi-mimpinya.
Lalu, puncak dari film ini adalah ketika Agrin mengikatkan Riga ke sebuah batu, dan menceburkan batu itu ke dalam danau yang tercemar. Tenggelam pulalah bocah kecil yang tak berdosa itu, sambil membawa kura-kura yang dia pelihara. Bersamaan dengan itu, Hengov yang tengah tidur mendapatkan gambaran tentang kenyataan yang terjadi. Tampak dalam mimpi itu Satellite berusaha menyelamatkan Riga. Namun sayang, balita yang lucu itu tak dapat diselamatkan ;'(
Agrin yang merasa tak lagi memiliki masa depan, mengakhiri hidupnya dengan terjun dari tebing. Sungguh ironis.
Dengan penyajian yang halus, Bahman Ghobadi terbilang berhasil menggambarkan beratnya hidup dalam pengungsian, di tengah suasana tegang peperangan. Ghobadi pun terbilang berhasil mengantarkan bocah-bocah di film ini dalam memerankan karakternya. Sangat natural. ‘Turtles Can Fly’ menyajikan peperangan yang sedemikian kuatnya berdampak pada ‘innocent victims of conflict’. Ya, peperangan paling banyak menyengsarakan korban tak berdosa, terutama anak-anak.

^*syafiyah*^

0 komentar:

Posting Komentar

akan menyenangkan jika kamu mau menulis pendapatmu xD -ve_isyaasya-