Rss Feed

ShoutMix chat widget

Mau seperti ini?
Click aja disini---> Kumpulan Blog Tutorials

Penyakit Hati

الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ الرَّجِيْمِ الشََّيْطَانِ مِنَ بِاللِه أَعُوْذُ

Assalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Khaifa haluk, ya sahabat fillah? Semoga jasmani dan rohani-nya senantiasa dalam keadaan sehat wal’afiat. Alhamdulillah wa syukurillah.. aku sangat senang bisa bertemu lagi dengan sahabat di dunia maya ini, setelah sekian lama berkutat dengan kesibukan yang semoga Lillahita’ala menambah keridhaan-Nya, begitu-pun dengan sahabat. Amin allahuma amin. Duhai sahabat terkasih yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi ini dari sekian ribu sperma yang bersaing, aku ucapkan selamat karena sahabat terpilih menjadi manusia dengan jiwa dan raga, semoga juga dengan iman dan taqwa.

Kali ini, aku ingin mengajak sahabat berkenalan dengan macam-macam penyakit hati <3 akan="" aku="" bahkan="" bahwa="" cepat.="" dan="" dapat="" dari="" dengan="" didapat="" dideteksi="" dimana="" diobati="" disadari="" fisik.="" fisik="" hati="" hatinya="" ikut="" ini="" jika="" karena="" kompleks="" lebih="" mau="" memulai="" mengidentifikasi="" obatnya="" pada="" penyakit-penyakit="" penyakit="" sakit="" sakitnya="" segera="" sekali="" serta="" span="" sulit="" susah="" tampak.="" tapi="" terasa="" tersebut="" tidak="">
1.     Kafir, Munafik, Fasik dan Bid’ah
2.     Syirik dan Riya’
3.     Cinta kedudukan dan Jabatan
4.     Dengki (Hasad)
5.     Ujub (Membanggakan Diri)
6. Sombong
7. Pelit
8.     Tertipu dengan angan-angan kosong (Ghurur)
9.     Kemarahan yang Dzalim
10.  Cinta Dunia
11.  Mengikuti Hawa Nafsu

Nah, adakah gejala-gejala kesebelas penyakit itu dalam diri kita? Memang gejala-gejalanya seperti apa ya? Kalau ada bagaimana cara menanggulanginya? Atau mungkin sahabat bertanya, jika memang ada mengapa harus ditanggulangi?
Aku minta maaf, duhai sahabat. Aku belum dapat memberikan jawabannya kali ini. Aku berharap semoga saja, tulisan singkat ini bisa memberi gambaran mengenai penyakit-penyakit hati yang perlu kita waspadai.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita yang lemah ini dari penyakit-penyakit tersebut. Amin allahuma amin.

Sampai jumpa lagi sahabat,
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Barakalllahu Fiikum,
~*Aisyah Asyafiyah*~

Handsoem Muslim



•*`'•.¸Handsome Muslim¸.•''*•
.:Bumi Cinta اللَّهِ November 24, 2011:.
Part II of Handsome Undercover
Pukul 19.25 @Bedroom

Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah.. Alhamdulillahi robbil alamin asholatuwasalamu ashrofil ambiyai’ walmurshalin ama ba’du ♥

"Dan ketika dia telah cukup dewasa,
Kami berikan kepadanya kekuasaan
dan ilmu.
Demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik," (Yusuf : 22)

Sahabat sayang.. tahu tidak?
Laki-laki umum.. dalam memilih pasangan jangka pendek,
Seringkali memilih wanita berdasarkan bentuk tubuh-nya,
Sedangkan dalam hubungan jangka panjang..?
Mereka memilih wajahnya..
Berbeda sekali dengan perempuan
Perempuan lebih memilih karakteristik lelaki
sebagai puncak pertama!
Sedangkan fisik...? tenang..
Agak jauh di bawah sana kok..

Maka, bukankah hal diatas menjadi sebuah 'jaminan'
Bahwa lelaki dengan modal wajah tampan,
Belum tentu jadi pilihan yang tepat..
BILA hal itu tidak diiringi dengan karakter yang thayyib
serta akhlak yang mulia..
Maka bisa jadi.. yang muncul bukan pujian atau doa melainkan,
bisa jadi.. sindiran seperti;
'Ih, ganteng-ganteng kok gitu sih'
'Emang situu oke?! Please deh ya!!'

Yes! Please deh ya..
Wahai (sebagian) kaum adam,
Untuk apa engkau menghabiskan waktu
demi me-tampan-kan fisik semata?
Bukankah itu fana?
Mengapa tidak engkau coba juga..
Memperkaya diri dengan kebaikan
Agar makin menambah ILMU dan KEKUASAAN yang sesungguhnya?
Wahai (sebagian) kaum hawa,
Apa engkau 'ridha' menjadi lemah?
Dengan 'memenjara diri' pada gravitasi ketampanan fana itu?
Ayolaaah, come on! :D

Sahabat sayang,
Bukankah sejati-nya ketampanan itu-pun muncul
dari lelaki yang cinta pada rabb-nya ?

Bukankah.. Lelaki yang (sesungguhnya) tampan adalah..
yang menyayangi orangtua dengan segenap jiwanya,
yang menghormati tetangganya
yang menyayangi saudaranya

yang tutur katanya jujur dan santun
yang pemikirannya cerdas lagi lurus
yang pembawaannya sederhana serta berwibawa
yang tindakannya terarah dan bijaksana

yang tubuhnya bersih serta kuat
yang baunya wangi dan memikat

yang siangnya penuh upaya
yang malamnya penuh doa

yang jiwanya suci lagi tenang

yang keberadaannya-pun menyenangkan semua hati
namun hanya mesra pada sang kekasih sejati

Subhanallah walhamdulillah,
Ketampanan yang tiada bandingnya kan?

~*~

Wallahu a'lamu bishshawab.
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Barakalllahu Fiikum,
~*syafiyah*~

Hal-Hal Yang Diperbolehkan Dalam Shalat

~*Hal-Hal Yang Diperbolehkan Dalam Shalat*~
.:Bumi Cinta
اللَّهِ Sabtu, 22 Oktober 2011:.
Sumber : www.alshofwah.or.id
الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ الرَّجِيْمِ الشََّيْطَانِ مِنَ بِاللِه أَعُوْذُ

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah.. Alhamdulillahi robbil alamin asholatuwasalamu ashrofil ambiyai’ walmurshalin ama ba’du

”Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat”
Hal yang pertama kali akan diadili adalah shalat, bukankah begitu sahabat? Dan kita wajib mengikuti sifat sholat yang diajarkan oleh Nabi besar kita; Muhammad salallahualaihiwasallam. Dan kali ini, ana akan berbagi sebuah artikel yang ana dapatkan, mengenai hal-hal apa saja yang dibolehkan dalam shalat; diluar shalat itu sendiri. Selamat menyimak sahabat.
  • Membetulkan bacaan imam. Apabila imam lupa ayat tertentu maka makmum boleh mengingatkan ayat tersebut kepada imam. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiallaahu anhu :
“Bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam shalat, kemudian beliau membaca suatu ayat, lalu beliau salah dalam membaca ayat tersebut. Setelah selesai shalat beliau bersabda kepada Ubay, ‘Apakah kamu shalat bersama kami?’, ia menjawab, ‘Ya’, kemudian beliau bersabda, ‘Apakah yang menghalangimu untuk membetulkan bacaanku’.” (HR. Abu Daud, Al-Hakim dan Ibnu Hibban, shahih)
  • Bertasbih atau bertepuk tangan (bagi wanita) apabila terjadi sesuatu hal, seperti ingin menegur imam yang lupa atau membimbing orang yang buta dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
    “Barangsiapa terjadi padanya sesuatu dalam shalat, maka hendaklah bertasbih, sedangkan bertepuk tangan hanya untuk perempuan saja.” (Muttafaq ‘alaih)
  • Membunuh ular, kalajengking dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam : “Bunuhlah kedua binatang yang hitam itu sekalipun dalam (keadaan) shalat, yaitu ular dan kalajengking.”
    (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, shahih)
  • Mendorong orang yang melintas di hadapannya ketika shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
    “Apabila salah seorang di antara kamu shalat meng-hadap ke arah sesuatu yang menjadi pembatas baginya dari manusia, kemudian ada yang mau melintas di hadapannya, maka hendaklah dia mendorongnya dan jika dia memaksa maka perangilah (cegahlah dengan keras). Sesungguhnya (perbuatannya) itu adalah (atas dorongan) setan.” (Muttafaq ‘alaih)
  • Membalas dengan isyarat apabila ada yang me-ngajaknya bicara atau ada yang memberi salam kepadanya. Dasarnya ialah hadits Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu : “Dari Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu , ia berkata, ‘Telah mengutusku Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sedang beliau pergi ke Bani Musthaliq. Kemudian beliau saya temui sedang shalat di atas ontanya, maka saya pun berbicara kepadanya. Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya. Saya berbicara lagi kepada beliau, kemudian beliau kembali memberi isyarat sedang saya mendengar beliau membaca sambil memberi isyarat dengan kepalanya. Ketika beliau selesai dari shalatnya beliau bersabda, ‘Apa yang kamu kerjakan dengan perintahku tadi? Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk bicara kecuali karena aku dalam keadaan shalat’.” (HR. Muslim)
  • Dari Ibnu Umar, dari Shuhaib Radhiallaahu anhu , ia berkata: “Aku telah melewati Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ketika beliau sedang shalat, maka aku beri salam kepadanya, beliau pun membalasnya dengan isyarat.” Berkata Ibnu Umar: “Aku tidak tahu terkecuali ia (Shuhaib) berkata dengan isyarat jari-jarinya.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan selain mereka, hadits shahih)

    Dari sini dapat kita ketahui, bahwa isyarat itu terkadang dengan tangan atau dengan anggukan kepala atau dengan jari.  “Dari Aisyah Radhiallaahu anha, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sedang shalat di dalam rumah, sedangkan pintu tertutup, kemudian aku datang dan minta dibukakan pintu, beliau pun berjalan menuju pintu dan membukakannya untukku, kemudian beliau kembali ke tempat shalatnya. Dan terbayang bagiku bahwa pintu itu menghadap kiblat." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits hasan)  
  • Melakukan gerakan ringan, seperti membetulkan shaf dengan mendorong seseorang ke depan atau menariknya ke belakang, menggeser makmum dari kiri ke kanan, membetulkan pakaian, berdehem ketika perlu, menggaruk badan dengan tangan, atau meletakkan tangan ke mulut ketika menguap. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
    “Dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu, ia berkata, ‘Aku pernah menginap di (rumah) bibiku, Maimunah, tiba-tiba Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bangun di waktu malam mendirikan shalat, maka aku pun ikut bangun, lalu aku ikut shalat bersama Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan menempatkanku di sebelah kanannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Barakalllahu Fiikum,
~*Aisyah Asyafiyah*~

Jejak Cahaya

~*Jejak Cahaya*~
.:Bumi Cinta
اللَّهِ 21 Oktober 2011:.

الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ الرَّجِيْمِ الشََّيْطَانِ مِنَ بِاللِه أَعُوْذُ

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah.. Alhamdulillahi robbil alamin asholatuwasalamu ashrofil ambiyai’ walmurshalin ama ba’du

“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu.” 5:48

Duhai saudariku terkasih, Lillahita’ala.
اللَّهِ Subhanahuwata’ala memiliki rahasia; mengapa bukanlah gunung yang tinggi, samudra yang luas, atau gemintang yang berbinar, bahkan tidakpula malaikat yang patuh; untuk dijadikan k.h.a.l.i.f.a.h di muka bumi ini melainkan manusia; yang gemar merusak! Maka, bukankah ini adalah suatu kesempatan yang tiada bandingnya?? Tapi, tidakkah sangat disayangkan bahwa tak banyak yang menyadari bahwa tujuan kita sebagai manusia itu. Dan, perlulah kita ketahui bahwa اللَّهِ Subhanahuwata’ala menciptakan kita semata-mata untuk beribadah kepadaNya. Wallahualam Bishowab.

Duhai sahabat, dengarlah.. ada sebuah jalan dimana, InsyaAllah, akan membawa kepada keselamatan di dunia dan akhirat kita. Jalan yang menunjukkan eksistensi manusia dalam menegakkan dien di muka bumi ini, yaitu; jalan dakwah. Manusia yang beribadah adalah ia yang mengaggungkan perintah-Nya dan menyayangi sesama makhluknya, tidak bisa hanya salah satunya jika tidak hal tersebut adalah pincang! Dan sebagai Khalifah kita ber-HAK merealisasikan kehendak-Nya; mengembalikan semua kepada ketetapan-Nya, Al-Quran dan Al-Hadist.

Duhai sahabat, kerugian yang nyata sesungguhnya telah banyak terjadi; kebodohan dan kesempitan, perpecahan, kesyirikan, serta kezhaliman antar manusia telah banyak terjadi dan apakah kita ridho jika neraka-lah yang akan menyambut manusia di akhir zaman? Neraka yang membakar bukan Surga yang indah?!

Disinilah, mengapa jalan dakwah ini perlu ditempuh yaitu untuk mengeluarkan manusia dari jurang kehancuran. Dakwah kepada Allah adalah fenomena keagunganNya. Dakwah telah ada sejak berabad-abad lalu yang membawa kemenangan bagi orang-orang beriman dan kehancuran bagi orang-orang kafir. Tidak ada sedikitpun kerugian dalam berdakwah, walaupun ia identik dengan rasa lelah, penat tapi ia seperti makanan yang lezat dan memuliakan hati. Insya Allah, kemenanganlah balasannya.

Sungguh, Nabi terakhir kita, Muhammad salallahualaikiwasallam mengajarkan jihad yang teramat indah; dengan kebaikan akhlak, dengan tutur kata yang lembut, serta tauladan mulia, namun ia-pun memiliki sisi keras dan tegas seperti ketika di medan perang.

Dalam dakwah terdapat langkah-langkah menuju Izzul Islam wal Muslimin, antara lain;
1.     Rabbaniyah ; Dakwah itu mendidik, mengajak kembali kepada iman dan taqwa, menuntut ilmu dan banyak beramal (Al-Imran: 78)
2.     Islamiyyah la Jami’iyyah; Dakwah itu mengajak kembali kepada ISLAM, bukan golongan (Ali-Imran; 103)
3.     Syaamilah la Juziyah; Dakwah mencangkup SEGALA ASPEK kehidypan, utuh dan lengkap, kaffah, bukan sepotong-sepotong (Al-Baqarah; 208)
4.     Mu’aasharah la Taqlidiyyah ; Dakwah itu harus sejalan dengan alam pikiran, bukan secara klasik atau tradisional, penuh dengan ketertinggalan (Al-Ashr; 1-3)
5.     Mahalliya wa’Alamiyyah ; Dakwah ity regional dan internasional sekaligus, bukan terkotak-kotak, karena semua manusia adalah sama (Al-Anbiya; 107)
6.     Ilmiyyah wa Tau’iyyah Islamiyah ; Dakwah itu bersifat ilmiyyah sekaligus amaliyyah, teori dan praktek
7.     Bashirah; Dakwah itu menggunakan akal sehat, pikiran yang benar, bukan taqlid apalagi dogma (Al-Jatsiyah; 20, Al-An’am;104, Yusuf : 108)
8.     Manna’ah ; Dakwah itu pembelaan diri, pemeliharaan karunia Tuhan dengan menggunakan metode penelitian dan berlandaskan dalil
9.     Inqilabiyyah la Tarqiyyah; Dakwah bersifat revolusioner, bukan model tambal sulam (Al-An’am : 29)
(Sumber: Ebook Fiqh Dakwah – M.Anas Adnan)

^__^ Duhai sahabatfillah, inilah jalan cahaya yang Ia tunjukkan kepada kita, yang perlu kita tempuh; ingat bukan untuk-Nya karena sungguh Ia yang Maha Kuasa dalam sekejap saja Ia mampu membuat islam berdiri tegak, bukan pula untuk membela dan membanggakan atau menguntungkan Rasulullah yang sudah teramat jauh jaraknya, bahkan para sabahatnya-pun berjuangang bersamanya namun bukan untuk membela Rasulullah. dari kita, bukan itu.. melainkan untuk KITA SENDIRI ketika kita menghadapNya; kita tidak akan memperoleh selain apa yang kita perjuangkan. Maukah kita menjadi orang-orang yang RUGI? Yang dengan mudah orang lain mau berjuang akan menggeser kita dari jalan cahaya ini.
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (At-Taubah: 20).

Wallahu a'lamu bishshawab.
Marilah, marilah kita memakai AKAL kita untuk berpikir dengan bijaksana; menyusun pemikiran-pemikiran dengan taburan nilai Islam agama Rahmatan Lil Alamin, serta bangunlah! Karena sesungguhnya informasi-informasi itu telah sangat banyak. BACALAH! Dan bukalah HATI; Demi mencapai kemenangan sejati kita.
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Barakalllahu Fiikum,
~*Aisyah Asyafiyah*~

Ketika Cadar Belum Jadi Pilihan

~*Ketika Cadar Belum Jadi Pilihan *~
.:Sudut Bumi 
اللَّهِ 19 Oktober 2011:.
الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ الرَّجِيْمِ الشََّيْطَانِ مِنَ بِاللِه أَعُوْذُ

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah.. Alhamdulillahi robbil alamin asholatuwasalamu ashrofil ambiyai’ walmurshalin ama ba’du
"Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwannnya. " (Asy Syams: 7-8 )

Duhai sahabatfillah terkasih, sharing kali ini masih berkaitan dengan cadar dari sumber yang sama seperti sebelumnya, kali ini yaitu dari Ustadz Kholid Syamhudi, Lc, Insya Allah disini ana hanya akan menyantumkan 10 Point dari 18 point yang tidak mewajibkan cadar, karena keterbatasan ini. Semoga dengan share ini kita dapat saling memahami, Lillahita’ala. Dan membawa kebaikan dunia akhirat. Selamat Membaca ya SahabatFillah..
***
Pada artikel yang lalu telah kita sampaikan dalil-dalil para ulama yang mewajibkan cadar bagi wanita. Sekarang -insya Allah- akan disampaikan dalil-dalil para ulama yang tidak mewajibkannya.
Pertama, firman Allah,
 “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nur: 30,31)
ð Ayat ini menunjukkan bahwa pada diri wanita ada sesuatu yang terbuka dan mungkin untuk dilihat. Sehingga Allah memerintahkan untuk menahan pandangan dari wanita. Dan yang biasa nampak itu yaitu wajah dan kedua telapak tangan. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 76,77). Semakna dengan ayat tersebut ialah hadits-hadits yang memerintahkan menahan pandangan dari wanita dan larangan mengulangi pandangan jika telah terlanjur memandang dengan tidak sengaja. Di antaranya,

Dari Abu Said Al Khudri radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah kamu duduk-duduk di jalan”. Maka para Sahabat berkata, “Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan.” Sahabat bertanya, “Apakah hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 1150, Muslim, Abu Dawud (4816). Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah 6/11-13)

Kedua
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali radhiallahu ‘anhu,
 “Wahai Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama) dengan pandangan (kedua), karena engkau berhak (yakni, tidak berdosa) pada pandangan (pertama), tetapi tidak berhak pada pandangan (kedua).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 77)
Jarir bin Abdullah berkata,
Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau bersabda, “Palingkan pandanganmu.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya. Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 78)
Al Qadhi ‘Iyadh berkata, “Para ulama berkata, di sini terdapat hujjah (argumen) bahwa wanita tidak wajib menutupi wajahnya di jalan, tetapi hal itu adalah sunah yang disukai. Dan yang wajib bagi laki-laki ialah menahan pandangan dari wanita dalam segala keadaan, kecuali untuk tujuan yang syar’i (dibenarkan agama). Hal itu disebutkan oleh Muhyiddin An Nawawi, dan beliau tidak menambahinya.” (Adab Asy Syar’iyyah I/187, karya Ibnu Muflih. Lihat: Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 77).

Kelima
Bahwa dia menjadi istri Sa’d bin Khaulah, lalu Sa’d wafat pada haji wada’, dan dia seorang Badari (sahabat yang ikut perang Badar). Lalu Subai’ah binti Al Harits melahirkan kandungannya sebelum selesai 4 bulan 10 hari dari wafat suaminya. Kemudian Abu As Sanabil (yakni Ibnu Ba’kak) menemuinya ketika nifasnya telah selesai, dan dia telah memakai celak mata (dan memakai inai pada kuku tangan, dan bersip-siap). Lalu Abu As Sanabil berkata kepadanya, “Jangan terburu-buru (atau kalimat semacamnya) mungkin engkau menghendaki nikah…” (HR. Ahmad. Dishahihkan Al Albani dalam Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 69. Asal kisah riwayat Bukhari dan Muslim)
Hadits ini nyata menunjukkan, bahwa kedua telapak tangan dan wajah atau mata bukanlah aurat pada kebiasaan para wanita sahabat. Karena jika merupakan aurat yang harus ditutup, tentulah Subai’ah tidak boleh menampakkannya di hadapan Abu As Sanabil. Peristiwa ini nyata terjadi setelah kewajiban jilbab (hijab), yaitu setelah haji wada’, tahun 10 H. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 69).

Keempat, Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata,
Bahwa Asma’ bintu Abi Bakar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan berkata, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Dawud, Thabarani, Ibnu ‘Adi, dari jalan Sa’id bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Duraik dari ‘Aisyah. Ibnu ‘Adi berkata, “Terkadang Khalid mengatakan dari Ummu Salamah, sebagai ganti dari ‘Aisyah.” Sanad hadits ini lemah, sebagaimana Abu Dawud berkata setelah meriwayatkannya, “Hadits ini mursal, Khalid bin Duraik tidak bertemu ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Demikian juga perawi bernama Sa’id bin Basyir lemah.”)
Hadits ini sesungguhnya lemah, tetapi Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini dikuatkan dengan beberapa penguat (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 58).
(1) Riwayat mursal shahih dari Qatadah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Jika seorang gadis kecil telah haidh, maka tidak pantas terlihat sesuatu darinya kecuali wajahnya dan tangannya sampai pergelangan.” (Tetapi kemungkinan riwayat ini sama sanadnya dengan riwayat di atas, yaitu Qatadah mendapatkan hadits ini dari Khalid bin Duraik, sehingga tidak dapat menguatkan. Wallahu a’lam).
(2) Diriwayatkan oleh Thabrani dan Al Baihaqi dari jalan Ibnu Luhai’ah, dari ‘Iyadh bin Abdullah, bahwa dia mendengar Ibrahim bin ‘Ubaid bin Rifa’ah Al Anshari menceritakan dari bapaknya, aku menyangka dari Asma’ binti ‘Umais yang berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui ‘Aisyah, dan di dekat ‘Aisyah ada saudarinya, yaitu Asma bintu Abi Bakar. Asma memakai pakaian buatan Syam yang longgar lengan bajunya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau bangkit lalu keluar. Maka ‘Aisyah berkata kepada Asma, “Menyingkirlah engkau, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat perkara yang tidak beliau sukai. Maka Asma menyingkir. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk, lalu Aisyah bertanya kenapa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit (dan keluar). Maka beliau menjawab, “Tidakkah engkau melihat keadaan Asma, sesungguhnya seorang wanita muslimah itu tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini”, lalu beliau memegangi kedua lengan bajunya dan menutupkan pada kedua telapak tangannya, sehingga yang nampak hanyalah jari-jarinya, kemudian meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua pelipisnya sehingga yang nampak hanyalah wajahnya.”
Al-Baihaqi menyatakan, “Sanadnya dha’if.” Kelemahan hadits ini karena perawi yang bernama Ibnu Luhai’ah sering keliru setelah menceritakan dengan hafalannya, yang sebelumnya dia seorang yang utama dan terpercaya ketika menceritakan dengan bukunya. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa haditsnya ini dapat dijadikan penguat. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 59).
(3) Pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar) yang menjelaskan perhiasan yang biasa nampak yang boleh tidak ditutup, yaitu wajah dan telapak tangan. Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 59).

Kelima, Jabir bin Abdillah berkata,
Aku menghadiri shalat hari ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah, dengan tanpa azan dan tanpa iqamat. Kemudian beliau bersandar pada Bilal, memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan mendorong untuk menaati-Nya. Beliau menasihati dan mengingatkan orang banyak. Kemudian beliau berlalu sampai mendatangi para wanita, lalu beliau menasihati dan mengingatkan mereka. Beliau bersabda, “Hendaklah kamu bersedekah, karena mayoritas kamu adalah bahan bakar neraka Jahannam!” Maka berdirilah seorang wanita dari tengah-tengah mereka, yang pipinya merah kehitam-hitaman, lalu bertanya, “Kenapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Karena kamu banyak mengeluh dan mengingkari (kebaikan) suami.” Maka para wanita itu mulai bersedekah dengan perhiasan mereka, yang berupa giwang dan cincin, mereka melemparkan pada kain Bilal. (HSR Muslim, dan lainnya)
Hadits ini jelas menunjukkan wajah wanita bukan aurat, yakni bolehnya wanita membuka wajah. Sebab jika tidak, pastilah Jabir tidak dapat menyebutkan bahwa wanita itu pipinya merah kehitam-hitaman. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 59) (Tetapi dalil ini dibantah dengan penjelasan bahwa hadits ini yang mahfudz (shahih) dengan lafazh min safilatin nisa’ (dari wanita-wanita rendah) sebagai ganti lafazh sithatin nisa’ (dari wanita dari tengah-tengah). Yang hal itu mengisyaratkan wanita tersebut adalah budak, sedangkan budak tidak wajib menutupi wajah. Atau kejadian ini sebelum turunnya ayat hijab. Wallahu a’lam).

Keenam, Ibnu Abbas berkata,
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memboncengkan Al Fadhl bin Abbas… kemudian beliau berhenti untuk memberi fatwa kepada orang banyak. Datanglah seorang wanita yang cantik dari suku Khats’am meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mulailah Al Fadhl melihat wanita tersebut, dan kecantikannya mengagumkannya. Nabi ‘alaihi wa sallam pun berpaling, tetapi Al Fadhl tetap melihatnya. Maka nabi ‘alaihi wa sallam memundurkan tangannya dan memegang dagu Al Fadhl, kemudian memalingkan wajah Al Fadhl dari melihatnya…” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Kisah ini juga diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, dan dia menyebutkan bahwa permintaan fatwa itu terjadi di tempat penyembelihan kurban, setelah Rasulullah melemparkan jumrah, lalu dia menambahkan, “Maka Abbas berkata kepada Rasulullah ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, kenapa anda memalingkan leher anak pamanmu?” Beliau menjawab, “Aku melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, sehingga aku tidak merasa aman dari syaitan (menggoda) keduanya” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya. Syaikh Al Albani menyatakan, “Sanadnya bagus”)
Dengan ini berarti, bahwa peristiwa tersebut terjadi setelah tahallul (selesai) dari ihram, sehingga wanita tersebut bukanlah muhrimah (wanita yang sedang berihram, dengan hajji atau umrah).
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Seandainya wajah wanita merupakan aurat yang wajib ditutupi, tidaklah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan wanita tersebut membuka wajahnya di hadapan orang banyak. Pastilah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan wanita itu untuk menurunkan (jilbabnya) dari atas (kepala untuk menutupi wajah). Dan seandainya wajahnya tertutup, tentulah Ibnu Abbas tidak mengetahui wanita itu cantik atau buruk.”
Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk menahan pandangan karena khawatir fitnah. Konsekuensinya jika aman dari fitnah, maka tidak terlarang. Hal itu dikuatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memalingkan wajah Al Fadhl sampai dia menajamkan pandangan, karena kekagumannya terhadap wanita tersebut, sehingga beliau khawatir fitnah menimpanya. Di dalam hadits ini juga terdapat (dalil) pertarungan watak dasar manusia terhadapnya serta kelemahan manusia dari kecenderungan dan kekaguman terhadap wanita. Juga terdapat (dalil) bahwa istri-istri kaum mukminin tidak wajib berhijab sebagaimana istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena (kalau memang hal itu) wajib bagi seluruh wanita, pastilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada wanita dari suku Khats’am tersebut untuk menutupi (dirinya) dan tidak memalingkan wajah Al Fadhl. Di dalamnya juga terdapat (dalil) bahwa menutup wajah wanita tidak wajib, Para ulama berijma’ bahwa wanita boleh menampakkan wajahnya ketika shalat, walaupun dilihat oleh laki-laki asing.” (Fathu Al-Bari XI/8)
Perkataan Ibnu Baththal rahimahullah tersebut dibantah oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, dengan alasan bahwa wanita dari suku Khats’am tersebut muhrimah (wanita yang sedang berihram). Tetapi Syaikh Al Albani menyatakan, bahwa yang benar wanita itu bukan muhrimah (wanita yang sedang berihram), sebagaimana penjelasan di atas. Seandainya wanita itu muhrimah (wanita yang sedang berihram), maka pendapat Ibnu Baththal itu tetap kuat. Karena wanita muhrimah itu boleh melabuhkan jilbabnya ke wajahnya di hadapan laki-laki asing, sebagaimana hadits tentang hal ini. (Lihat haditsnya pada edisi terdahulu, pada dalil ke 13 yang mewajibkan cadar). Maka hadits ini menunjukkan bahwa cadar tidaklah wajib bagi wanita, walaupun dia memiliki wajah yang cantik, tetapi hukumnya adalah disukai (sunah). Peristiwa ini terjadi di akhir kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga hukumnya muhkam (tetap; tidak dihapus). (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 61-64).
Ketujuh, Sahl bin Sa’d berkata,
 “Bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, saya datang untuk menghibahkan diriku kepada Anda.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau menaikkan dan menurunkan pandangan kepadanya. Lalu beliau menundukkan kepalanya……” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, “Di dalam hadits ini juga terdapat (dalil) bolehnya memperhatikan kecantikan seorang wanita karena berkehendak menikahinya… tetapi (pemahaman) ini terbantah dengan anggapan bahwa hal itu khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau ma’shum, dan yang telah menjadi kesimpulan kami, bahwa tidak haram bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat wanita mukmin yang bukan mahram, ini berbeda dengan selain beliau. Sedangkan Ibnul ‘Arabi menempuh cara lain dalam menjawab hal tersebut, dia mengatakan, “Kemungkinan hal itu sebelum (kewajiban) hijab, atau setelahnya tetapi dia menyelubungi dirinya.” Tetapi rangkaian hadits ini jauh dari apa yang dia katakan.” (Fathul Bari IX/210).

Kedelapan, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
 “Dahulu wanita-wanita mukminah biasa menghadiri shalat subuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menutupi tubuh (mereka) dengan selimut. Kemudian (mereka) kembali ke rumah-rumah mereka ketika telah menyelesaikan shalat. Tidak ada seorang pun mengenal mereka karena gelap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain,
 “Dan sebagian kami tidak mengenal wajah yang lain.” (HR. Abu Ya’la di dalam Musnad-nya. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 66)
Dari perkataan ‘Aisyah, “Tidak ada seorangpun mengenal mereka karena gelap.” dapat dipahami, jika tidak gelap niscaya dikenali, sedangkan mereka dikenali -menurut kebiasaan- dari wajahnya yang terbuka. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 65).

Kesembilan, ketika Fatimah binti Qais dicerai thalaq tiga oleh suaminya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepadanya memerintahkan agar dia ber-’iddah di rumah Ummu Syuraik. Tetapi kemudian beliau mengutus seseorang kepadanya lagi dengan menyatakan,
 “Bahwa Ummu Syuraik biasa didatangi oleh orang-orang Muhajirin yang pertama. Maka hendaklah engkau pergi ke (rumah) Ibnu Ummi Maktum yang buta, karena jika engkau melepaskan khimar (kerudung, penutup kepala) dia tidak akan melihatmu. Fathimah binti Qais pergi kepadanya…” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa wajah bukan aurat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan Fathimah binti Qais dengan memakai khimar dilihat oleh laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa wajahnya tidak wajib ditutup, sebagaimana kewajiban menutup kepalanya. Tetapi karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir dia melepaskan khimarnya (kerudung), sehingga akan nampak apa yang harus ditutupi, maka beliau memerintahkannya dengan yang lebih selamat untuknya; yaitu berpindah ke rumah Ibnu Ummi Maktum yang buta. Karena dia tidak akan melihatnya jika Fathimah binti Qais melepaskan khimar. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 65).

Peristiwa ini terjadi di akhir kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Fathimah binti Qais menyebutkan bahwa setelah habis ‘iddahnya dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kisah tentang Dajjal dari Tamim Ad Dari yang baru masuk Islam dari Nasrani. Sedangkan Tamim masuk Islam tahun 9 H. Adapun ayat jilbab turun tahun 3 H atau 5 H, sehingga kejadian ini setelah adanya kewajiban berjilbab. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 66-67).
Kesepuluh, Abdurrahman bin ‘Abis,
 “Saya mendegar Ibnu Abbas ditanya, “Apakah Anda (pernah) menghadiri (shalat) ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Dia menjawab, “Ya, dan jika bukan karena posisiku (umurku) yang masih kecil, niscaya saya tidak menyaksikannya. (Rasulullah keluar) sampai mendatangi tanda yang ada di dekat rumah Katsir bin Ash Shalt, lalu beliau shalat, kemudian berkhutbah. Lalu beliau bersama Bilal mendatangi para wanita, kemudian menasihati mereka, mengingatkan mereka, dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. Maka aku lihat para wanita mengulurkan tangan mereka melemparkannya (cincin, dan lainnya sebagai sedekaah) ke kain Bilal. Kemudian Beliau dan Bilal pulang ke rumahnya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Nasai, dan lainnya. Lafazh hadits ini riwayat Bukhari dalam Kitab Jum’ah)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Inilah Ibnu Abbas -di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- melihat tangan para wanita, maka benarlah bahwa tangan dan wajah wanita bukan aurat, adapun selainnya wajib ditutup.”

Pengambilan dalil ini tidak dapat dibantah dengan perkataan, kemungkinan kejadian ini sebelum turunnya ayat jilbab, karena peristiwa ini terjadi setelah turunnya ayat jilbab. Dengan dalil, Imam Ahmad meriwayatkan (dengan tambahan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat bai’atun nisa’ (surat Al Mumtahanah: 12), padahal ayat ini turun pada Fathu Makkah, tahun 8 H, sebagaimana perkataan Muqatil. Sedangkan perintah jilbab (hijab) turun tahun 3 H atau 5 H ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab binti Jahsy (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 67, 75).
***
Wallahu a’lam bishshawwab.
Be Positif, Proaktif, dan Produktif!
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
~*Aisyah Asyafiyah*~