Rss Feed

ShoutMix chat widget

Mau seperti ini?
Click aja disini---> Kumpulan Blog Tutorials

Cinta Yang Biru I

Part I

"Tuhan tidak adil! Aku tahu itu. Setelah merebut ayah dan ibu dengan melumatkan mereka pada waktu-waktu dan uang, Tuhan masih tak puas, dia mengambil teman-temanku pada keabadian sekaligus memberikan kelumpuhan padaku. Apa maumu Tuhan? Apa? Kau ingin airmataku menjadi pembayarnya? Tidak Tuhan, air mataku sudah kering sejak kecil." Air mata perempuan berjilbab biru itu menetes membasahi tulisan dalam diarynya, bibirnya beristighfar, jemari tangannya menulis kembali.. "Tuhan, maafkanlah aku yang dulu, kini aku memohon padaMu, jagalah dirinya jika kembali padaku adalah baik maka aku adalah golongan yang akan bersyukur, jika kembali padaMu adalah yang terbaik, jadikanlah aku golongan yang sabar dan ikhlas, dan kuatkanlah diriku.."
~*~
"TIDAAAK!!" Pasien itu berteriak histeris, meronta-ronta, melemparkan bantal, selimut, buah-buahan. Dua orang suster kewalahan, satu mencoba menenangkan, satu menahan tubuhnya, dan dokter siap memberi suntikan. Penenang itu mulai bereaksi, mata tajamnya dengan lingkaran hitam di sekitarnya mulai menutup, tangannya jatuh. Dan suster-suster itu kembali tenang. Semilir, gadis itu mendengar gumam kasihan.
*
Matanya sayu, selendang hitam yang menutupi kepalanya perlahan turun ketika dia menengadah menatap langit mendung. Pemakaman semakin sepi, gerimis perlahan jatuh. "Cinta.. sudah mau pulang?" Wanita tua dibelakangnya berbisik lembut. Gadis bernama cinta, mengangguk pelan. Dengan perlahan wanita tua itu mendorong kursi roda yang di duduki cucunya itu meninggalkan pemakaman. Diantara suara rintik, terdengar nenek terbatuk-batuk, tubuh rentanya memang kini penyakitan karena usia mudanya dipenuhi kerja keras luar biasa. Mendengar batuk nenek yang semakin parah, Cinta merasa sangat terluka dia tidak siap untuk kehilangan lagi. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti perlahan di depan mereka, seorang pemuda, dan Cinta jelas mengenalnya. "Bu, naiklah.." Pemuda itu berbicara pada nenek, nenek berusaha menolak tapi pemuda itu berhasil meluluhkannya. Setelah nenek masuk, pemuda itu menghampiri tiga orang perempuan, mereka berbincang sejenak lalu menghampiri Cinta yang kini dihinggapi banyak tanya atas apa yang akan mereka lakukan. Mereka tersenyum, Cinta tak peduli, tanpa diduga mereka mengangkatnya dari kursi roda secara perlahan. Cinta kaget dan bingung, tapi saat mereka memasukkanya ke dalam mobil dan dengan wajah ramah menyampaikan salam hati-hati, dia tahu mereka membantunya. Tapi, mengapa musti repot-repot meminta mereka? Padahal dia yakin pemuda itu-pun sangat mampu melakukannya sendiri.
*
"Iya, gila banget tuh cewek!" Samar-samar terdengar suara Mita diantara lantunan musik yang menggema liar di mobilnya, Cinta hanya mengangguk sedikit dia masih sedikit mabuk setelah pesta tadi, Mita tertawa melihat Cinta yang tak berdaya, "Lagian baru pertama kali minum langsung banyak, mabuk kan lo?" Cinta tersenyum lebar, "Tapi seru kok..". Mita melirik, "Mau yang lebih seru?" sudut bibirnya naik, tanpa menunggu jawaban Mita langsung menancap gas-nya. Cinta tersentak, "Gila lo. Ini kan rame.. nggak usah ngebut-ngebut!" Ujar Cinta setengah berteriak, "Gak apa-apa gue udah biasa!" Jawab Mita sambil menambah kecepatan.. Tapi, sepersekian detik kemudian sebuah cahaya terang menyamarkan pandangannya.. "BRUUUKK!! PRANG!" Terjadi tabrakan dahsyat, mobil Jazz itu tertabrak sebuah truk, terseret jauh.. berputar.. terbalik.. "MITAAAA..." Cinta berteriak histeris, dia terbangun dan menangis seketika, kejadian itu telah menjadi mimpi buruknya setiap malam.
*
"Bagaimana keadaanmu?" Pemuda itu tersenyum, matanya berbinar dibalik kacamata minus dengan frame hitam yang begitu pas pada wajah putihnya. Hampir setiap minggu dia datang, tapi setiap dia datang mereka tak pernah berbincang, karena Cinta lebih memilih menatap burung-burung gereja atau jemari tangannya. Setiap minggu dia selalu datang, berbincang dengan nenek, sesekali membawa kue kesukaan nenek, sering kali membawa buku-buku untuk Cinta, yang sekalipun tak disentuhnya. Tapi minggu ini dia berbeda, dia datang hari jumat selepas shalat, dirinya masih memakai pakaian taqwa berwarna putih dan celana katun putih, dia duduk di samping Cinta, dan Cinta memilih menatap jemari tangannya yang saling memilin, entah mengapa dia gugup. "Cinta.." Dia bicara, "Tuhan selalu punya alasan, dan Tuhan selalu ada.." Pemuda itu menghela nafasnya, "Kepergian sahabatmu yang juga adikku bukanlah akhir dunia kita, kita selalu punya alasan untuk bangkit, cinta. Kelumpuhanmu bukan akhir hidupmu mungkin ini adalah awal untukmu.." Cinta menatapnya, mata-nya berkaca-kaca namun tampak jelas amarahnya, "Alasan apa Dia menciptakanku untuk menjadi orang sia-sia yang disia-siakan? Alasan apa yang menjadikanku hidup sendirian, orang tua yang sibuk dengan dunia-nya? Hidup dengan teman-teman palsu? Kamu tidak tahu itu, dan kamu juga tidak tahu bagaimana rasanya tidak bisa berjalan sepertiku?"
   Pemuda itu menghela nafas, "Cinta, selalu ada jalan yang indah, selalu ada jawaban dari segala pertanyaanmu, kamu hanya perlu mencari.. tidak diam." Cinta menolehkan wajahnya menatap burung-burung gereja yang bertengger di kabel-kabel listrik. "Besok saya harus pergi.." Jantung Cinta seakan berhenti saat mendengarnya. "Selama mungkin satu tahun saya akan pergi, tapi saya janji akan mengabarimu dan nenek.." Pemuda itu bangkit, Cinta menoleh dia tak sanggup melepasnya, "Ini hadiah untukmu, semoga dalam jangka waktu ini, kamu menemukan jawabanmu.." Dia menaruh sebuah kotak coklat berukuran besar dipangkuan Cinta, 'Buka-lah nanti, dan ini.. aku titip ini.." Dua ekor ikan berwarna jingga, "Ini punya Mita, setelah dia tak ada, saya yang merawatnya, tapi saya tidak bisa membawanya pergi, tolong dirawat ya.." Entah apa yang Cinta rasakan, jantungnya berdebar, dan dia tidak dapat mendefinisikannya. "Salam untuk nenek, assalamualaikum.." Ucapnya lalu berlalu.
*
Denting jam berdetak, malam semakin larut, dan Cinta masih larut dalam lamunannya. Menatap kedua ikan itu berenang dan menatap hadiah yang baru saja dibukanya, seperangkat alat shalat dan al-Qur'an dan sebuah buku 'La Tahzan'. Hatinya bergetar, tangannya gemetar, matanya yang berkaca menangkap secarik kertas biru.

Dan bilakah suatu waktu
Ketika kita bertemu kepada yang Maha Tahu
Dengan wajah apa kita mengadu?
Ada wajah-wajah hina
Ada wajah-wajah ceria
Ada wajah-wajah suram
Ada juga yang benderang
Dengan wajah apa kita ingin menghadap-Nya?
Menyambut kesaksian penuh pada bahagia abadi?
Semoga kita menjadi wajah-wajah terang itu

La Tahzan,
~Dava Muhammad~

Cinta tidak bisa menahan air matanya. Hatinya berdetak kencang.. "Ya, Rabb.. " Bibirnya menyebut namanya dalam isakan tangisnya yang dalam..

~*~


^*Syafiyah*^
[28 Juni 2010]

0 komentar:

Posting Komentar

akan menyenangkan jika kamu mau menulis pendapatmu xD -ve_isyaasya-