mahina memandangi telepon tua itu.
sudah dua kali ia berbunyi, di senja ini.
namun, mengapa kamu hanya diam?
apakah hari ini, kamu terlalu kaget mendapati jawaban...
yang terasa begitu dekat dengan kebenaran
sekaligus ketidakmungkinan?
tanganmu terangkat, menuju telepon itu..
jantungmu berdegup keras.
ah.. nantilah! putus hatimu cepat,
lantas mengambil botol minum yang berada tepat disampingnya.
kamu memilih keluar, berkeliling komplek rumah.
menjernihkan kepala.
kakimu naik dan turun berkecepatan sedang,
menyusuri jalanan, yang entah kemana.
tapi pikiranmu telah jauh keberbagai arah, pada setiap
kemungkinan.
pagi tadi kamu bertemu dewa. lelaki berkulit coklat. tiga
puluh tahun.
ia menemani putrinya bermain sepeda, di depan rumah.
setelah sedikit basa-basi, kamu memberanikan diri bertanya,
‘apakah sebelum saya, ada yang pernah menyewa lantai tiga,
atas nama mahkah?’
entah perasaanmu saja, atau memang benar begitu,
setelah nama itu kamu sebut, matanya membesar,
tubuhnya menegang, ia tampak menahan nafas.
setelah menyisakan lima detik dalam diam,
telunjuknya menggaruk pelipis matanya, mulutnya terbuka.
‘eee.. i-itu.. 10 tahun lalu mungkin, k-kenapa memangnya?’
...10 tahun lalu...? kamu menggeleng, akankah ia percaya
bahwa kamu menerima telepon darinya?
‘t-tidak. aku hanya menemukan nama itu terukir di dinding.’
katamu cepat.
‘jika boleh tahu, dia sekarang ada dimana?’
dahinya mengerut, halis matanya saling mendekat, jelas dewa
bingung.
‘e-entahlah. saya harus siap-siap kerja. mari. ’
kamu jelas tahu, ia menutupi sesuatu.
tapi kamu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
menuju sebuah toko yang tak jauh dari komplek.
setelah memberi roti, susu, dan beberapa hal lain, kamu
kembali pulang.
namun ditengah perjalanan ada seekor kucing, sejenis
anggora,
kamu mengambilnya, membelainya lembut, mungkinkah ia
tersesat?
dalam perjalananmu, tepat di taman ini, tadi pagi...
tiba-tiba saja kucing itu melompat dari pangkuanmu,
berlari ke sisi lain taman, kamu mengejarnya, dan
terperanjat..
ketika kucing itu menghampiri seorang wanita, berambut
putih,
usianya mungkin hampir enam puluh tahun.
ia duduk di tepi atas rerumputan, di sampingnya sebuah
tongkat tergeletak.
‘aah si putih, kemana saja kamu?’ wanita itu membelai lembut
kucingnya.
kamu membantu nenek itu berdiri, ternyata sejak tadi ia
mencari kucing itu,
namun ia terjatuh di taman, dan kakinya terkilir. kamu
mengantarnya pulang.
dan sebab itulah siang tadi, mahina berada di rumah nenek
itu,
tidak hanya menikmati secangkir teh, melainkan juga
kenyataan lain,
tentang lelaki yang telah kamu yakini berasal dari masa
lalu.
‘lukisannya bagus nek,’ ucapmu, memandang lukisan yg
terpajang,
di dinding ruang tamu. gambar sebuah pemandangan hijau dg
banyak bunga.
disana, jika diperhatikan, ada gambar perempuan, diantara
bunga-bunga itu.
indah. seakan menyatu dengan alam. nenek baru menceritakan
seseorang,
yang memiliki mata yg sama denganmu, tetangga yang paling
baik dan perhatian,
ia telah menanggapnya sebagai anak sendiri.
‘dia pasti seniman hebat ya nek? saya jadi ingin bertemu
dengannya,’
nenek tersenyum kecil, ‘sudah hampir sepuluh tahun nenek
tidak melihatnya, nak’
matanya tampak berkaca, ‘mungkin dia sudah lupa sama
nenek..’
mendengar kata sepuluh tahun, membuat nafasmu tertahan,
bibirmu bergetar, ‘apakah namanya mahkah?’
nenek tampak sangat kaget mendengarnya,
namun kamu lebih kaget darinya, sebab segala kemungkinan
nampak semakin tipis.
dan mengerucut pada satu fakta, bahwa dia memang lelaki dari
masa lalu.
namun setelah kembali ke kamarmu, dan mendapati telepon itu
berdering,
dua kali di senja ini, kamu memutuskan untuk berlari, menjernihkan
kepala.
sebab masih ada satu kemungkinan, bahwa dia orang gila.
kakimu terus melangkah. kepalamu sudah tak tentu arah.
tapi, ketika matamu menangkap warna-warna di sebuah dinding,
di sudut komplek, yang paling sunyi.
warna-warna yang melukiskan sebuah telepon tua,
di sampingnya, tertulis kata : ‘mahina’
ah, itu namamu! belum habis keterkejutanmu,
dibawahnya terlukis samar wajah lelaki, tersenyum.
‘1997 call 2007 answer please. this is me, mahkah.’
kamu memutar arah, berlari menuju rumah.
‘hallo? ah, kamu! akhirnya kamu menelepon!’
tadinya kamu khawatir telepon itu takkan masuk,
sebab kamu menelepon teleponmu sendiri.
tapi, ini sungguh-sungguh terjadi, ada seseorang disana yang
mengangkatnya.
kamu berbaring di ranjang, tanganmu memegang gagang telepon,
mendengar suaranya, mulutmu terbuka, ‘sekarang, aku percaya’
‘be-benarkah?’ dan dia terdengar ragu.
di ruang coklat itu, mahkah duduk di ranjang, menatap
keluar,
langit menguning. ‘he’em’ terdengar sahutanmu.
kalian menatap langit kuning yang sama di waktu yang
berbeda.
sama-sama tidak mengerti, mengapa harus kalian?
‘kamu sudah tahu nama saya, tapi saya tidak tahu namamu’
‘mahina,’
‘mahina?’
‘i-iya..? namaku mahina,’
lelaki itu terkekeh, ‘ini lucu..’
‘heh?’
‘kamu tahu arti namamu?’
‘mm.. bulan.. sepertinya,’
‘yup. bulan. dan kamu tahu arti namaku?’
kamu menggeleng, ‘tidak’
‘artinya bumi’
‘hah?’ dheg. bulan dan bumi...?
dan detik kemudian terasa begitu hening,
mungkin.. mungkin memang seharusnya kalian-lah,
yang saling terhubung.
bukan yang lain. kalian percaya itu.
dan perlahan, pembicaraan mengalir, sebagaimana angin malam.
‘adakah yang berubah disana setelah 10 tahun?’
‘tidak tahu, aku baru dua hari disini..’
‘ah ya, tentu saja, maaf. kalau begitu aku akan
memberitahumu,
jika memang belum berubah. hmm.. di mulai dari rumah...
di rumah dulu hanya ada dua lantai, tapi karena keluarga
saya sangat besar,
banyak saudara yang sering menginap, maka dibangun lantai
tiga.
hanya ada dua kamar, tapi memiliki ruang keluarga dan dapur.
kamar yang kamu pakai adalah kamar saya, kamar yang
sebelahnya adalah kamar dewa.’
‘sekarang disini hanya ada kamar ini, sepertinya sudah
digabung dgn kamar sebelah,
dapur dan ruang tamu-pun sudah jadi bagian dari kamar ini..
sepertinya memang diubah menjadi seperti rumah’
‘ooh begitu ya.. di halaman belakang hanya ada lapangan
kecil, dengan beberapa bunga,
bunga-bunga itu ibu saya yang mengurusnya, apakah masih
ada?’
‘mm.. di belakang rumah ada kolam renang, bunga? mungkin
hanya di pot-pot,
tapi ada pohon cukup besar dengan ayunan’
‘ah, ya! itu ayah saya yang membuatkannya, senang rasanya
pohon itu masih ada..’
‘perumahan disini masih cukup jarang, dalam proses
pembangunan,
tapi di jalan saya, sudah banyak yang dibangun. ah ya, saya
punya tetangga namanya bu darma,
usia beliau sekarang empat puluh lima, a-apa beliau masih
hidup?’
kamu mengangguk, ‘iya, dia tampak sehat, dia punya kucing
putih,’
‘dia memelihara binatang? saya tidak menyangka,
beberapa minggu lalu dia kehilangan suaminya,
dan menjadi sangat-sangat tertutup.’
‘benarkah?’
dan pembicaraan terus berlanjut, kalian berbicara tentang
tempat disana..
taman kota, orang-orang di sekitar, tempat-tempat,
lingkungan, perkembangan teknologi.
tapi, mahina, mengapa tidak kamu katakan tentang lukisan
itu?
‘mahina, kamu bisa melihat bulan malam ini?’
‘i-iya...’ bulan penuh, indah sekali.
‘apa yang kamu suka na? apa yang kamu lakukan sekarang?’
‘aku.. aku hanya guru balet..’
‘mengajar disana?’
‘ya. satu minggu lagi baru masuk.’
‘selain itu apa yang kamu sukai?’
kamu menghela nafas, ‘entah. tapi.. akhir-akhir ini aku suka
berada di kamar’
lelaki di ujung sana tertawa, ‘mengapa kamu tidak keluar?
berapa usiamu?’
‘dua puluh satu’
‘benarkah? usiaku delapan belas tahun. berarti aku
memanggilmu kak mahina?’
kamu tersenyum, ‘tapi ditahunku, kamu berusia dua puluh
delapan, kak mahkah’
dan terdengar tawa di sebrang sana,
‘sudah tua ya? kalau begitu usiamu kini baru sebelas tahun?’
ah, ya... sebelas tahun, masih sd.
t-tunggu.. sebelas tahun?
nafasmu menjadi sesak.
lantas kamu mendengar suara aneh dari sebrang sana,
‘mahkah.. hallo?’
tak ada sahutan. ‘hallo’
‘hallo? maaf-maaf aku sedang menyiapkan alat lukisku,’
‘...kamu suka melukis?’
‘yup’ mahkah mengangguk, ia duduk menghadapan kanvas, tangan
kanannya memegang kuas,
dan tangan kirinya menggenggam telepon. ini sedikit aneh.
sudah hampir setengah tahun ia tak punya ide. buntu.
dan kini, semua mengalir begitu banyak.
‘mahina, bagaimana kalau kita sambung besok’
‘i-iya. eh.. t-tapi.. boleh tahu.. bulan apa disana
sekarang?’
ada jeda sebentar, ‘bulan juli tanggal delapan belas’
dan tubuhmu terasa kaku.
‘bye mahina,’
‘b-bye mahkah’
dan tubuhmu yang kaku, terbaring lemas.
ingatanmu melintas jauh pada 19 juli 1997.
sesak. semakin sesak.
the call part ii. 01.11.12
0 komentar:
Posting Komentar
akan menyenangkan jika kamu mau menulis pendapatmu xD -ve_isyaasya-