~*Ketika
Cadar Jadi Pilihan *~
.:Sudut Bumi اللَّهِ 19 Oktober 2011:.
.:Sudut Bumi اللَّهِ 19 Oktober 2011:.
الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ الرَّجِيْمِ الشََّيْطَانِ مِنَ بِاللِه أَعُوْذُ
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah..
Alhamdulillahi robbil alamin asholatuwasalamu ashrofil ambiyai’ walmurshalin
ama ba’du ♥
"Dan
demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwannnya. " (Asy Syams: 7-8 )
Duhai sahabatfillah
terkasih, sharing kali ini masih berkaitan dengan cadar dari sumber yang sama
seperti sebelumnya, kali ini yaitu dari Ustadz Kholid Syamhudi, Lc, Insya Allah
disini ana hanya akan menyantumkan 10 Point dari 26 point yang mewajibkan cadar,
karena keterbatasan ini. Semoga dengan share ini kita dapat saling memahami,
Lillahita’ala. Dan membawa kebaikan dunia akhirat. Selamat Membaca ya
SahabatFillah..
***
Banyak pertanyaan yang ditujukan kepada kami, baik secara
langsung maupun lewat surat, tentang masalah hukum cadar (menutup wajah) bagi
wanita. Karena banyak kaum muslimin belum memahami masalah ini, dan banyak
wanita muslimah yang mendapatkan problem karenanya, maka kami akan menjawab
masalah ini dengan sedikit panjang. Dalam masalah ini, para ulama berbeda
pendapat. Sebagian mengatakan wajib, yang lain menyatakan tidak wajib, namun
merupakan keutamaan. Maka di sini -insya Allah- akan kami sampaikan hujjah
masing-masing pendapat itu, sehingga masing-masing pihak dapat mengetahui
hujjah (argumen) pihak yang lain, agar saling memahami pendapat yang lain.
Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka
menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An Nur: 31)
ð Allah
ta’ala memerintahkan wanita mukmin untuk memelihara kemaluan mereka, hal itu
juga mencakup perintah melakukan sarana-sarana untuk memelihara kemaluan.
Karena menutup wajah termasuk sarana untuk memelihara kemaluan, maka juga
diperintahkan, karena sarana memiliki hukum tujuan. (Lihat Risalah Al-Hijab,
hal 7, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kedua, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.”
(QS. An Nur: 31)
ð Ibnu
Mas’ud berkata tentang perhiasan yang (biasa) nampak dari wanita: “(yaitu)
pakaian” (Riwayat Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al Adawi, Jami’
Ahkamin Nisa’ IV/486). Dengan demikian yang boleh nampak dari wanita hanyalah
pakaian, karena memang tidak mungkin disembunyikan.
Ketiga, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. An Nur: 31)
ð Berdasarkan
ayat ini wanita wajib menutupi dada dan lehernya, maka menutup wajah lebih
wajib! Karena wajah adalah tempat kecantikan dan godaan. Bagaimana mungkin
agama yang bijaksana ini memerintahkan wanita menutupi dada dan lehernya,
tetapi membolehkan membuka wajah? (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7-8, karya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Keempat, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan janganlah
mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan.” (QS. An Nur: 31)
ð Allah
melarang wanita menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasannya yang dia
sembunyikan, seperti gelang kaki dan sebagainya. Hal ini karena dikhawatirkan
laki-laki akan tergoda gara-gara mendengar suara gelang kakinya atau
semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan karena memandang wajah wanita cantik,
apalagi yang dirias, lebih besar dari pada sekedar mendengar suara gelang kaki
wanita. Sehingga wajah wanita lebih pantas untuk ditutup untuk menghindarkan
kemaksiatan. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 9, karya Syaikh Muhammad bin Shalih
Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kelima, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih
baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur:
60)
ð Wanita-wanita
tua dan tidak ingin kawin lagi ini diperbolehkan menanggalkan pakaian mereka.
Ini bukan berarti mereka kemudian telanjang. Tetapi yang dimaksud dengan
pakaian di sini adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, pakaian yang
dipakai di atas baju (seperti mukena), yang baju wanita umumnya tidak menutupi
wajah dan telapak tangan. Ini berarti wanita-wanita muda dan berkeinginan untuk
kawin harus menutupi wajah mereka. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 10, karya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
ð Abdullah
bin Mas’ud dan Ibnu Abbas berkata tentang firman Allah “Tiadalah atas mereka
dosa menanggalkan pakaian mereka.” (QS An Nur:60): “(Yaitu) jilbab”. (Kedua
riwayat ini dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin
Nisa IV/523)
ð Dari
‘Ashim Al-Ahwal, dia berkata: “Kami menemui Hafshah binti Sirin, dan dia telah
mengenakan jilbab seperti ini, yaitu dia menutupi wajah dengannya. Maka kami
mengatakan kepadanya: “Semoga Allah merahmati Anda, Allah telah berfirman,
“Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan.” (QS. An-Nur: 60)
ð Yang
dimaksud adalah jilbab. Dia berkata kepada kami: “Apa firman Allah setelah
itu?” Kami menjawab:
“Dan jika mereka
berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. An-Nur: 60)
ð Dia
mengatakan, “Ini menetapkan jilbab.” (Riwayat Al-Baihaqi. Lihat Jami’ Ahkamin
Nisa IV/524)
Keenam, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dengan tidak
(bermaksud) menampakkan perhiasan.” (QS. An-Nur: 60)
ð Ini
berarti wanita muda wajib menutup wajahnya, karena kebanyakan wanita muda yang
membuka wajahnya, berkehendak menampakkan perhiasan dan kecantikan, agar
dilihat dan dipuji oleh laki-laki. Wanita yang tidak berkehendak seperti itu
jarang, sedang perkara yang jarang tidak dapat dijadikan sandaran hukum. (Lihat
Risalah Al-Hijab, hal 11, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin,
penerbit: Darul Qasim).
Ketujuh, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata,
“Allah memerintahkan kepada istri-istri kaum mukminin, jika mereka keluar rumah
karena suatu keperluan, hendaklah mereka menutupi wajah mereka dengan jilbab (pakaian
semacam mukena) dari kepala mereka. Mereka dapat menampakkan satu mata saja.”
(Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan bahwa perawi riwayat ini dari Ibnu Abbas
adalah Ali bin Abi Thalhah yang tidak mendengar dari ibnu Abbas. Lihat Jami’
Ahkamin Nisa IV/513)
ð Qatadah
berkata tentang firman Allah ini (QS. Al Ahzab: 59), “Allah memerintahkan para
wanita, jika mereka keluar (rumah) agar menutupi alis mereka, sehingga mereka
mudah dikenali dan tidak diganggu.” (Riwayat Ibnu Jarir, dihasankan oleh Syaikh
Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
Diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata,
“Wanita itu mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, tetapi tidak menutupinya.”
(Riwayat Abu Dawud, Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan: Hasan Shahih. Lihat
Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
ð Abu
‘Ubaidah As-Salmani dan lainnya mempraktekkan cara mengulurkan jilbab itu
dengan selendangnya, yaitu menjadikannya sebagai kerudung, lalu dia menutupi
hidung dan matanya sebelah kiri, dan menampakkan matanya sebelah kanan. Lalu
dia mengulurkan selendangnya dari atas (kepala) sehingga dekat ke alisnya, atau
di atas alis. (Riwayat Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi
di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/513)
As-Suyuthi berkata, “Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh
wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan wajah
bagi wanita.” (Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 51, karya Syaikh Bakar bin Abu
Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Perintah mengulurkan jilbab ini meliputi menutup wajah
berdasarkan beberapa dalil:
1. Makna
jilbab dalam bahasa Arab adalah: Pakaian yang luas yang menutupi seluruh badan.
Sehingga seorang wanita wajib memakai jilbab itu pada pakaian luarnya dari
ujung kepalanya turun sampai menutupi wajahnya, segala perhiasannya dan seluruh
badannya sampai menutupi kedua ujung kakinya.
2. Yang biasa
nampak pada sebagian wanita jahiliah adalah wajah mereka, lalu Allah
perintahkan istri-istri dan anak-anak perempuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam serta istri-istri orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ke tubuh
mereka. Kata idna’ (pada ayat tersebut يُدْنِينَ
-ed) yang ditambahkan huruf (عَلَي) mengandung makna
mengulurkan dari atas. Maka jilbab itu diulurkan dari atas kepala menutupi
wajah dan badan.
3. Menutupi
wajah, baju, dan perhiasan dengan jilbab itulah yang dipahami oleh
wanita-wanita sahabat.
4. Dalam
firman Allah: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu”, merupakan dalil
kewajiban hijab dan menutup wajah bagi istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tidak ada perselisihan dalam hal ini di antara kaum muslimin. Sedangkan
dalam ayat ini istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan
bersama-sama dengan anak-anak perempuan beliau serta istri-istri orang mukmin.
Ini berarti hukumnya mengenai seluruh wanita mukmin.
5. Dalam
firman Allah: “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.” Menutup wajah wanita merupakan tanda wanita
baik-baik, dengan demikian tidak akan diganggu. Demikian juga jika wanita
menutupi wajahnya, maka laki-laki yang rakus tidak akan berkeinginan untuk
membuka anggota tubuhnya yang lain. Maka membuka wajah bagi wanita merupakan
sasaran gangguan dari laki-laki nakal/jahat. Maka dengan menutupi wajahnya,
seorang wanita tidak akan memikat dan menggoda laki-laki sehingga dia tidak
akan diganggu.
(Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 52-56, karya Syaikh Bakar
bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Kedelapan, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Tidak ada dosa
atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka,
anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari
saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan,
perempuan-perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan
bertakwalah kamu (hai istri-istri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab: 55)
ð Ibnu
Katsir berkata, “Ketika Allah memerintahkan wanita-wanita berhijab dari
laki-laki asing (bukan mahram), Dia menjelaskan bahwa (para wanita) tidak wajib
berhijab dari karib kerabat ini.” Kewajiban wanita berhijab dari laki-laki
asing adalah termasuk menutupi wajahnya.
Kesembilan, firman Allah:
“Apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah
dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
ð Ayat
ini jelas menunjukkan wanita wajib menutupi diri dari laki-laki, termasuk
menutup wajah, yang hikmahnya adalah lebih menjaga kesucian hati wanita dan
hati laki-laki. Sedangkan menjaga kesucian hati merupakan kebutuhan setiap
manusia, yaitu tidak khusus bagi istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat saja, maka ayat ini umum, berlaku bagi para istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semua wanita mukmin. Setelah turunnya ayat
ini maka Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam menutupi istri-istri beliau,
demikian para sahabat menutupi istri-istri mereka, dengan menutupi wajah,
badan, dan perhiasan. (Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal: 46-49, karya Syaikh
Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Kesepuluh, firman Allah:
“Hai istri-istri
Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan
dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS.
Al Ahzab: 32-33)
ð Ayat
ini ditujukan kepada para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tetapi hukumnya mencakup wanita mukmin, karena sebab hikmah ini, yaitu untuk
menghilangkan dosa dan membersihkan jiwa sebersih-bersihnya, juga mengenai
wanita mukmin. Dari kedua ayat ini didapatkan kewajiban hijab (termasuk menutup
wajah) bagi wanita dari beberapa sisi:
***
Wallahu a’lam
bishshawwab.
Be Positif, Proaktif,
dan Produktif!
Wassalamualaykum
Warahmatullah Wabarakatuh,
~*Aisyah Asyafiyah*~
0 komentar:
Posting Komentar
akan menyenangkan jika kamu mau menulis pendapatmu xD -ve_isyaasya-