“Suami
untuk putriku?”
apakah ini terlalu jauh untuk saya,
yang baru beberapa bulan lalu menginjak 22 tahun?
tegas
saya menjawab : tidak.
bahkan
saya sudah “cukup terlambat!”
dan baru malam ini memikirkannya
saya
membayangkan diri saya membuat secangkir teh,
di hari yang sudah sangat malam,
dg suami yang menanti di meja makan,
akan ada perbincangan panjang sebab...
hari itu seorang pemuda datang,
menyampaikan maksudnya
"memintang putri yg Allah titipkan padaku"
dan seketika segala tanya bertumpuk,
"apakah ia yang Allah tuliskan untuk menjaganya di dunia ini?"
ah, apa yang kupikirkan..
tentu akan teringat jelas dikepalaku,
bagaimana senangnya ketika aku tahu ada calon bayi di rahimku,
pertumbuhannya, sensasinya, nyeri-mualnya,
semua terbayang kembali~
pun juga saat ia terlahir dan tumbuh-berkembang~
bagaimana ia merangkak, giginya tumbuh,
berlari, melompat, main hujan-hujanan,
bagaimana cemasnya aku saat ia sakit,
saat aku mengajarinya matematika,
dan saat ayahnya mengajari bahasa arab
saat-saat menyetor hafalan,
saat ia mengalami haid pertamanya,
dan masalah perasaan-perasaannya
aku juga pasti ingat, saat ia mulai sibuk
dalam rutinitas dakwah dan karya-karyanya
padahal usianya terbilang muda,
namun ia tumbuh cantik dan begitu matang,
cerdas sekali menyelesaikan masalah,
ah, rasanya beruntung sekali,
lelaki yang mendapatkan putriku ini,
putri yang Allah titipkan pada keluargaku
lantas, kepada siapakah harus kupercayai ia?
sebab ditangan yg salah, ia yang mekar
bisa menjadi layu seketika & itu menyakitkan hatiku
sebab itu berarti umat juga merugi
aku teringat kata "bibit, bebet, bobot"
kata yg memang penuh dg hikmah, kehendak-Nya~
dan aku juga teingat hadist ttg "memilih sebab agama"
maka, jelaslah tidak usah diperpanjang.
namun, perasaan ibu adalah perasaan wanita,
kekhawatiran begitu kuat menghampiri,
apa yang akan dia makan, bagaimana rumahnya,
bagaimana jika ia lelah, apajadinya kalau ia sakit,
dan kecemasan lainnya, maka sungguh..
suami untuk putriku tentulah yg juga mampu
membuatku merasa yakin dan percaya padanya
sebab apa yang ada padanya
bukan sekedar ia yg apa adanya!
maka ia adalah lelaki yang :
(1) punya pemahaman agama yg baik dan lolos seleksi si ayah hehe
(tauhid, aqidah, fikh, fitnah kekinian)
(2) memiliki pribadi sehat dan cocok (lolos tes psikologi dari bundanya)
(3) memiliki kesehatan tubuh yg baik tanpa penyakit menular/kronis
(4) sudah bekerja atau mampu mempekerjakan orang lain
(ada upaya bertanggungjawab)
(5) tidak pernah pacaran dan menjauhi zina kecil-besar
(6) memiliki tujuan ke depan, visi-misi pernikahan, umat islam
(7) masa muda digunakan dg 3 kebaikan dunia (ilmu yg bermanfaat,
atau mencari rezeki yg halal atau berdakwah dan memperbaiki amalan)
(8) berbakti dan memuliakan orangtua
(9) dikenal baik oleh guru-guru dan teman-teman ngaji
(10) mampu menyelesaikan suatu permasalahan dan pandai memanage uang
(11) peka & takut mendzalimi istrinya, merugikan keluarganya,
dan tentunya takut "mengkhianati" iman dan islam
usia lebih muda atau lebih tua, dari keluarga miskin atau kaya,
dari suatu wilayah dan budaya tertentu, asalkan memiliki akhlak,
mau maju, mampu menjaga diri dan membimbing putriku
pd kebaikan dan kebenaran, tentu bukan masalah!
dan jika lelaki itulah yg datang
tentulah "yes"
akan kuberikan~
dan di detik ketika diskusi ini selesai,
suami melirik sambil tersenyum,
"ayah dulu gitu gak, bun?"
dan aku melanjutkan mencuci cangkir,
pura-pura tidak mendengar
~*syafiyah*~
0 komentar:
Posting Komentar
akan menyenangkan jika kamu mau menulis pendapatmu xD -ve_isyaasya-